Jagalah Aibmu Dan Aib Saudaramu
Fenomena tayangan infotainment yang menceritakan kekisruhan rumah tangga orang lain, membeberkan perselingkuhan serta perzinahan, seorang yang berkompetisi dalam pemilihan kepala pemerintahan, yang terjadi saat ini jadi hal yang seakan lumrah. Seakan itu adalah legal hususnya untuk meraup keuntungan duniawi.
Padahal itu akhlak dan perbuatan yang sangat di benci Allah, dan hal itu pendidikan yang buruk sekali untuk generasi manusia, Membeberkan aib adalah perbuatan dosa.
Ada seorang perempuan datang kepada Syaikh Hatim Al Asham untuk bertanya tentang sebuah persoalan. Saat bertanya, tiba-tiba keluarlah suara buang angin dari perempuan itu dan ia merasa sangat malu.
“Keraskan suaramu!,” teriak Hatim dengan keras untuk mengesankan seolah ia tuli.
Si perempuan merasa senang dan mengira kalau Hatim tidak mendengar suara buang anginnya. Karena kejadian itulah, kemudian Syaikh Hatim mendapat julukan Al Asham (si tuli).
Kita mendapat pelajaran yang sangat berharga dari Syekh Hatim Al Asham. Hal menarik dari kisah di atas adalah usaha dari seorang besar yang menutup rapat-rapat keburukan orang lain, tidak mengumbarnya sebagaimana terjadi saat ini, dimana kita melihat fenomena tayangan infotainment yang menceritakan kekisruhan rumah tangga orang lain, membeberkan perselingkuhan serta perzinahan yang terjadi dengan begitu terang benderang.
Akibatnya, ajang berkumpul sesama teman atau keluarga rasanya kurang ‘afdhal’ bila tidak dibumbuhi dengan ngerasani (menggunjing) atau menggosip.
Habib Abdullah bin Alwi Al-Haddad dalam bukunya Al Da’wah Al Tammah, mengutip ucapan Sayyidina Al Hasan Al Bashri, terkait meneliti aib diri sendiri. Imam Hasan Al-Bashri berkata, “Engkau tidak akan memperoleh hakikat iman selama engkau mencela seseorang dengan sebuah aib yang aib itu juga ada pada dirimu sendiri. Perbaikilah aibmu, baru kemudian engkau memperbaiki aib orang lain. Setiap engkau memperbaiki satu aibmu, maka akan tampak aib lain yang harus kau perbaiki. Akhirnya kau sibuk memperbaiki dirimu sendiri. Dan sesungguhnya hamba yang paling dicintai Allah adalah dia yang sibuk memperbaiki diri sendiri. Sepanjang sejarah kehidupan manusia, tidak ada hari seperti hari kiamat, hari dimana aib terbuka dan mata menangis.”
Seorang ulama pernah berkata: “Aku tidak menemukan sesuatu yang paling ampuh merontokkan amal, merusak hati, menyeret kepada kebinasaan seorang hamba dan mendekatkan kepada kebencian serta memudahkan masuknya rasa suka kepada sifat pamer (riya’), ujub dan kedudukan selain terwujud pada minimnya pengetahuan seorang hamba akan aib-aib dirinya sendiri sembari melihat keburukan yang ada pada diri orang lain.”
Imam Al Ghazali dalam kitabnya yang terkenal, Ihya Ulumuddin,mengetengahkan kiat jitu menyingkap kekurangan yang melekat pada diri kita. Beliau menyarankan untuk menempuh empat cara:
Pertama, duduk di hadapan seorang guru yang mampu mengetahui keburukan hati dan berbagai masalah yang tersembunyi di dalamnya. Kemudian ia memasrahkan dirinya kepada sang guru dan mengikuti petunjuknya dalam ber-mujahadah membersihkan aib itu. Ini adalah keadaan seorang murid dengan Syaikhnya dan seorang pelajar dengan gurunya. Sang guru akan menunjukkan aib-aibnya serta cara pengobatannya. Namun, di zaman sekarang guru semacam ini langka.
Kedua, mencari seorang teman yang jujur, memiliki bashiroh (mata hati yang tajam) dan berpegang pada agama. Ia kemudian menjadikan temannya itu sebagai pengawas yang mengamati keadaan, perbuatan, serta semua aib batin dan lahirnya, sehingga ia dapat memberi peringatan kepadanya. Demikianlah yang dilakukan oleh orang-orang cerdik, orang-orang terkemuka, dan para pemimpin agama.
Ketiga, berusaha mengetahui aib dari ucapan musuh-musuhnya sebab pandangan yang penuh kebencian akan menyingkapkan keburukan seseorang. Bisa jadi manfaat yang diperoleh seseorang dari musuh yang sangat membencinya dan suka mencari kesalahannya lebih banyak dari teman yang suka bermanis muka, memuji dan menyembunyikan aib-aibnya. Akan tetapi, sudah menjadi watak manusia untuk mendustakan ucapan musuh-musuhnya dan menganggapnya sebagai ungkapan kedengkian. Hanya orang yang memiliki mata hati jernih yang mampu memetik pelajaran dari keburukan dirinya yang disebutkan oleh musuhnya.
Keempat, bergaul dengan masyarakat. Setiap kali melihat perilaku tercela seseorang, maka ia segera menuduh dirinya sendiri juga memilki sifat tercela itu. Kemudian ia menuntut dirinya untuk segera meninggalkannya. Sebab, seorang mukmin adalah cermin bagi mukmin lainnya. Ketika melihat aib orang lain ia akan melihat aib-aibnya sendiri.
Allah SWT telah berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اجْتَنِبُوا كَثِيرًا مِنَ الظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ الظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا وَلَا يَغْتَبْ بَعْضُكُمْ بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَنْ يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ ۚ إِنَّ اللَّهَ تَوَّابٌ رَحِيمٌ
Artinya, “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. Dan janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka ‘memakan daging’ saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah SWT. Sesungguhnya Allah SWT Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.”(Al-Hujurat : 12)
Sampai sini masihkah kita membicarakan aib atau privasi orang lain?. Ketahuilah jika kita ingin menjaga aib kita maka kita pun harus menjaga aib orang lain pula, tentunya kita tidak ingin jika ada seseorang membicarakan aib kita bukan??
Oleh karena itu janganlah membicarakan aib orang lain. Karena sesungguhnya Allah SWT akan menjaga aib seseorang apabila orang tersebut menjaga aib orang lain.
Rasulullah Dawuh:
وَمَنْ سَتَرَ عَلَى مُسْلِمٍ فِي الدُّنْيَا سَتَرَ اللَّهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
Artinya, “Dan barangsiapa yang menutupi (aib) seorang muslim sewaktu di dunia, maka Allah akan menutup (aibnya) di dunia dan akhirat.” (HR. At Tirmidzi)
Yang harus kita ingat agar kita tidak membicarakan aib orang lain adalah mungkin saja ini ujian yang Allah SWT berikan kepada orang itu sehingga Allah SWT tampakan kesalahan dan aib orang tersebut agar bisa menjadi ujian juga bagi kita dengan harapan kita dapat mengambil pelajaran dari apa yang tampak dari aib itu. Dengan demikian kita semestinya menutup aib tersebut sehingga Allah SWT akan memberi jaminan bahwa aib kita akan ditutup pula baik di dunia maupun di akhirat.
Seandainya dosa itu dapat mengeluarkan bau busuk dan kita dapat mencium bau busuk tersebut, mungkin saja kita ini lebih busuk baunya dibandingkan orang yang tampak aibnya itu. Tetapi karena Allah SWT telah menutup aib kita, Allah SWT telah menutup aib umat Nabi Muhammad SAW, maka apa yang kita rahasiakan ditutup oleh Allah SWT. Allah SWT masih mengharapkan taubat kita. Oleh karena itu, jika kita melihat aib yang ada pada diri orang lain, jangan sampai kita merendahkan dan menyebarkan aib itu. Sebab, kalau kita melakukannya maka Allah SWT akan membuka aib kita di dunia dan di akhirat.
Comments
Post a Comment