Mandi Junub Dengan Air Panas
Baca topik ini: Sebagian Ilmu wajib di sembunyikan
• Cinta sejati tak harus memiliki
Pada pengajian rutinan ada jamaah yang mempertanyakan apakah sah berwudhu dan juga mandi jinabat menggunakan air yang sudah di rebus?. Dikarenakan pada daerah pegunungan hususnya lereng kaki gunung selamet, ketika pagi hari menjelang subuh udara sangat dingin membuat air seperti es dingin sekali. Berikut ini saya nukilkan pendapat para ulama tentang hukum menggunakan air yang dipanaskan untuk berwudhu maupun untuk mandi.
Pada pengajian rutinan ada jamaah yang mempertanyakan apakah sah berwudhu dan juga mandi jinabat menggunakan air yang sudah di rebus?. Dikarenakan pada daerah pegunungan hususnya lereng kaki gunung selamet, ketika pagi hari menjelang subuh udara sangat dingin membuat air seperti es dingin sekali. Berikut ini saya nukilkan pendapat para ulama tentang hukum menggunakan air yang dipanaskan untuk berwudhu maupun untuk mandi.
Dawuh Imam Syafi’i yang tertera dalam kitab Al-Hawi yang ditulis oleh Al-Mawardi. Menurutnya, setiap air dari laut baik tawar atau asin, dari sumur atau langit (air hujan), atau air yang dingin atau salju, yang dipanaskan atau tidak adalah sama dan boleh untuk bersuci.
قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللَّهُ : وَكُلُّ مَاءٍ مِنْ بَحْرٍ عَذْبٍ أَوْ مَالِحٍ أَوْ بِئْرٍ أَوْ سَمَاءٍ أَوْ بَرَدٍ أَوْ ثَلْجٍ مُسَخَّنٍ وَغَيْرِ مُسَخَّنٍ فَسَوَاءٌ ، وَالتَّطَهُّرُ بِهِ جَائِزٌ
Artinya, “Imam Syafi’i RA berkata, ‘Bahwa setiap dari laut, baik tawar atau asin, dari sumur atau langit (air hujan), atau air yang dingin atau salju, yang dipanaskan atau tidak adalah sama dan boleh untuk bersuci,” (Lihat Al-Mawardi, Al-Hawi fi Fiqhis Syafi’i, Beirut, Darul Kutub Al-‘Ilmiyyah, cetakan ke-1, 1414 H/1994 M, juz I, halaman 39).
Setidaknya ada hal mendasar menyangkut terkait dengan air yang dipanaskan dalam pernyataan Imam Syafi’i: ‘(Air) yang dipanaskan atau tidak adalah sama dan boleh untuk bersuci’. Menurut al-Mawardi bahwa yang dimaksudkan dengan pernyataan ‘air yang dipanaskan’ dalam kontkes ini setidaknya ada dua.
Pertama, ingin menarik garis perbedaan antara air yang dipanaskan dengan api dan air yang panas karena matahari atau yang dikenal dalam literatur fikih dengan istilah al-ma`ul musyammas.
Antara air yang dipanaskan dengan api dan air yang panas karena matahari memiliki status hukum yang berbeda. Pertama dihukumi tidak makruh, sedang kedua dihukumi makruh. Kedua, memberikan sanggahan terhadap kelompok ulama seperti imam Mujahid yang berpandangan bahwa air yang dipanaskan dengan api makruh digunakan. Pandangan Mujahid dan ulama yang sependapat dengannya dalam kasus air yang dipanaskan dengan api dianggap tidak tepat (ghairu shahih). Ketidak tepatan pandangan tersebut ini dikarenakan ada riwayat yang menyatakan bahwa Sayidina Umar bin Khaththab RA dulu pernah memanaskan air (dengan api) kemudian menggunakan air tersebut untuk berwudhu. Para sahabat lain pun melakukan hal yang sama dan tidak ada yang menyangkalnya.
Jadi syah berwudhu, mandi jinabat dengan air yang di rebus, atau dipanaskan menggunakan mesin pemanas air.
Wallahua'lam
Baca juga topik : • Cap kenabian khatamun Nubuwah
Comments
Post a Comment