Adakah Nabi Dari Golongan Perempuan?
Topik penting untuk dibaca:
Perhatikan agar tidak salah paham soal kenabian perempuan (نبوة النساء).
Saya jelaskan bahwa sejak dulu bahkan hingga sekarang sebenarnya para ulama sudah memperselisihkan tentang ada dan tidak adanya nabi perempuan. Ibnu Hajar al-Asqalani menjelaskan cukup singkat pro-kontra itu dalam Fathul Bari Syarh Shahih al-Bukhari (Juz 6, hlm. 529-530).
- Pertama, ulama yang menerima kenabian perempuan di antaranya adalah Imam Abu al Hasan al-Asy'ari, Ibnu Hazm, dan al-Qurthubi. Al-Imam Abu Hasan al-Asy'ari berpendapat; bahwa ada di antara kaum wanita yang menjadi "Nabi" dengan dalil² sebagai berikut:
Setiap yang didatangi malaikat berarti ia adalah seorang rasul atau nabi. Firman Allah swt:
قَالَتْ إِنِّي أَعُوذُ بِالرَّحْمَٰنِ مِنْكَ إِنْ كُنْتَ تَقِيًّا, قَالَ إِنَّمَا أَنَا رَسُولُ رَبِّكِ لِأَهَبَ لَكِ غُلَامًا زَكِيًّا
“Maryam berkata “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang Maha pemurah, jika kamu seorang yang bertakwa".
Ia (Jibril) berkata “Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci”.
(Qs Maryam: 18-19)
Firman Allah Swt. yang menyatakan pilihanNya pada Maryam:
وَإِذْ قَالَتِ الْمَلَائِكَةُ يَا مَرْيَمُ إِنَّ اللَّهَ اصْطَفَاكِ وَطَهَّرَكِ وَاصْطَفَاكِ عَلَىٰ نِسَاءِ الْعَالَمِينَ
“Dan (ingatlah) ketika Malaikat (Jibril) berkata: “Hai Maryam, Sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia (yang semasa dengan kamu)”.
(Qs Ali Imran: 42)
Khawatir menimbulkan spekulasi liar, Ibnu Hazm segera membatasi nabi perempuan hanya pada 6 orang, yaitu; Siti Hawa, Sarah, Hajar, Ibunda Nabi Musa, Siti Asiyah dan Siti Maryam. Bahkan, al-Qurthubi hanya mengakui kenabian Siti Maryam. Ia menolak kenabian Sarah dan Hajar.
- Kedua, jumhur ulama yang menurut Qadhi Iyadh menolak kenabian perempuan. Imam Nawawi dalam kitab al-Adzkar mengutip konsensus yg menyatakan bahwa Siti Maryam bukan nabi (أن مريم ليست نبية)
Penolakan yang sama diajukan ulama lain.
Al Hasan misalnya berkata bahwa tak ada nabi perempuan sebagaimana tak ada nabi dari komunitas jin (ليس فى النساء نبية ولا فى الجن).
Pertanyaannya, mengapa para ulama berbeda pendapat? Tak ada jawaban lain kecuali bahwa mereka berbeda dalam menafsirkan firman Allah.
Misalnya ada ayat Qur'an yang mengisahkan wahyu-komunikasi langsung Allah dengan sejumlah perempuan seperti Siti Maryam dan ibunda Nabi Musa. Dan menurut ulama pertama, orang yang mendapat wahyu adalah nabi, tak dibedakan laki-laki dan perempuan.
Namun, sebagian ulama membantah narasi itu. Menurut mereka, yang menyatakan nabi itu hanya dari kalangan laki-laki adalah Qur'an sendiri. Allah berfirman :
الًا نوحي إِليْهِمْ فاسْألُوا أَهْل الذِّكْرِ إِنْ كنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ
’’Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”
(Qs An-Nahl: 43).
Risalah harus disampaikan pada semua orang karena dakwah nabi adalah hak setiap umat manusia. Miskin maupun kaya, tua maupun muda, laki-laki maupun perempuan. Oleh karena itu, seorang nabi harus menyampaikannya dengan jelas dan terang di hadapan orang banyak. Dan wanita kadang kala susah melakukan hal² semacam ini sebab berbagai kendala yang dimilikinya.
Kaum wanita memiliki masa haid atau istihadah dan beberapa kondisi yang membuatnya lemah seperti ketika hamil, wiladah, nifas dan hal-hal yang berkaitan dengan kewanitaan. Jika masa ini datang, ia tidak akan bisa melakukan puasa, salat dan menjadi imam.
Belum lagi jika ia dalam masa kehamilan, maka pelaksanaan tugas² kenabian akan menjadi lebih berat. Mustahil saat itu ia mengikuti peperangan dan mengatur strategi militer dengan menggendong anak di tangannya.
Seorang nabi dan rasul berarti juga pemimpin bagi para umatnya, jika posisi ini ditempati wanita maka beberapa orang akan menganggapnya rendah sebab wanita dinilai lebih rendah daripada laki².
Tapi argumen itu segera disanggah yang lain. Bahwa yang diekplisitkan Qur'an itu soal "ke-rasulan" yang dimonopoli laki-laki. Beda dengan kerasulan, maka tak menutup kemungkinan ada nabi perempuan.
Itulah perbedaan pendapat para ulama tentang nabi perempuan. Perbedaan pendapat seperti itu sahih apalagi ia muncul dari para genius-genius terkemuka seperti al Asy'ari, al Hasan, al Qurthubi, Imam Nawawi, Ibnu Hazm, dll.
Saya hanya menyampaikan keragaman pandangan para ulama tentang kenabian perempuan.
Yang jelas tidak ada Nabi dari Perempuan.
Untuk menambah wawasan saja.
Semoga bermanfaat
والله اعلم.
Comments
Post a Comment