Syirikkah Memakai Azimat ?
Topik Penting: Sang Guru Ngalap Berkah Pada Muridnya
Membuat jimat sebagai wasilah mohon perlindungan kepada Allah, baik dari gangguan jin, setan, wabah dan lainnya, tidak dilarang dalam Islam. Kita diperbolehkan membuat jimat atau membelinya dari orang lain untuk digunakan kita sendiri, atau untuk digunakan anak kita, baik jimat tersebut berisi ayat-ayat Al-Quran, asma Allah, zikir dari Nabi Saw, zikir dari para ulama.
Mengamalkan doa-doa, hizib dan memakai azimat pada dasanya tidak lepas dari ikhtiar atau usaha seorang hamba, yang dilakukan dalam bentuk doa kepada Allah SWT. Jadi sebenanya, membaca hizib, dan memakai azimat, tidak lebih sebagai salah satu bentuk doa kepada Allah SWT. Dan Allah SWT sangat menganjurkan seorang hamba untuk berdoa kepada-Nya. Allah SWT berfirman:
اُدْعُوْنِيْ أَسْتَجِبْ لَكُمْ
'Berdoalah kamu, niscya Aku akan mengabulkannya untukmu. (QS al-Mu'min: 60)
Ada beberapa dalil dari hadits Nabi yang menjelaskan kebolehan ini. Di antaranya adalah:
عَنْ عَوْفِ بْنِ مَالِكٍ الأشْجَعِي، قَالَ:" كُنَّا نَرْقِيْ فِيْ الجَاهِلِيَّةِ، فَقُلْنَا: يَا رَسُوْلَ اللهِ كَيْفَ تَرَى فِي ذَلِكَ؟ فَقَالَ: اعْرِضُوْا عَلَيّ رُقَاكُمْ، لَا بَأْسَ بِالرُّقَى مَا لَمْ يَكُنْ فِيْهِ شِرْكٌ
Dari Auf bin Malik al-Asja’i, ia meriwayatkan bahwa pada zaman Jahiliyah, kita selalu membuat azimat (dan semacamnya). Lalu kami bertanya kepada Rasulullah, bagaimana pendapatmu (ya Rasul) tentang hal itu. Rasul menjawab, ''Coba tunjukkan azimatmu itu padaku. Membuat azimat tidak apa-apa selama di dalamnya tidak terkandung kesyirikan." (HR Muslim 4079).
Dalam At-Thibb an-Nabawi, al-Hafizh al-Dzahabi menyitir sebuah hadits:
Dari Abdullah bin Umar, bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, ''Apabila salah satu di antara kamu bangun tidur, maka bacalah (bacaan yang artinya) Aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah SWT yang sempurna dari kemurkaan dan siksaan-Nya, dari perbuatan jelek yang dilakukan hamba-Nya, dari godaan syetan serta dari kedatangannya padaku. Maka syetan itu tidak akan dapat membahayakan orang tersebut." Abdullah bin Umar mengajarkan bacaan tersebut kepada anakanaknya yang baligh. Sedangkan yang belum baligh, ia menulisnya pada secarik kertas, kemudian digantungkan di lehernya. (At-Thibb an-Nabawi, hal 167).
Dengan demikian, hizib atau azimat dapat dibenarkan dalam agama Islam. Memang ada hadits yang secara tekstual mengindikasikan keharaman meoggunakan azimat, misalnya:
عَنْ عَبْدِ اللهِ قاَلَ سَمِعْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إنَّ الرُّقًى وَالتَّمَائِمَ وَالتَّوَالَةَ شِرْكٌ
Dari Abdullah, ia berkata, Saya mendengar Rasulullah SAW bersabda, “'Sesungguhnya ruqyah(suwuk), azimat dan pelet, adalah perbuatan syirik.” (HR Ahmad (3385).
Mengomentari hadits ini, Ibnu Hajar, salah seorang pakar ilmu hadits kenamaan, serta para ulama yang lain mengatakan:
"Keharaman yang terdapat dalam hadits itu, atau hadits yang lain, adalah apabila yang digantungkan itu tidak mengandung Al-Qur’an atau yang semisalnya. Apabila yang digantungkan itu berupa dzikir kepada Allah SWT, maka larangan itu tidak berlaku. Karena hal itu digunakan untuk mengambil barokah serta minta perlindungan dengan Nama Allah SWT, atau dzikir kepada-Nya." (Faidhul Qadir, juz 6 hal 180-181)
lnilah dasar kebolehan membuat dan menggunakan amalan, hizib serta azimat. Karena itulah para ulama salaf semisal Imam Ahmad bin Hanbal dan lainya juga membuat azimat.
Al-Marruzi berkata, ''Seorang perempuan mengadu kepada Abi Abdillah Ahmad bin Hanbal bahwa ia selalu gelisah apabila seorang diri di rumahnya. Kemudian Imam Ahmad bin Hanbal menulis dengan tangannya sendiri, basmalah, surat al-Fatihah dan mu'awwidzatain (surat al-Falaq dan an-Nas)." Al-Marrudzi juga menceritakan tentang Abu Abdillah yang menulis untuk orang yang sakit panas, basmalah, bismillah wa billah wa Muhammad Rasulullah, QS. al-Anbiya: 69-70, Allahumma rabbi jibrila dst. Abu Dawud menceritakan, "Saya melihat azimat yang dibungkus kulit di leher anak Abi Abdillah yang masih kecil."
Syaikh Taqiyuddin Ibnu Taimiyah menulis QS Hud: 44 di dahinya orang yang mimisan (keluar darah dari hidungnya), dst." (Al-Adab asy-Syar'iyyah wal Minah al-Mar'iyyah, juz II hal 307-310)
Menurut Imam Nawawi, memakai jimat agar dengan tujuan mohon perlindungan kepada Allah, apalagi jimat tersebut berisi ayat-ayat Al-Quran atau nama-nama-Nya, hukumnya diperbolehkan. Tidak ada larangan dalam syariat dalam hal tersebut. Ini sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Bari:
هذا كله في تعليق التمائم وغيرها مما ليس فيه قرآن ونحوه فأما ما فيه ذكر الله فلا نهي عنه فإنه إنما يجعل للتبرك له والتعوذ بأسمائه وذكره
Ini semua dalam masalah jimat dan lainnya yang tidak berisi Al-Quran dan sejenisnya. Adapun jimat yang berisi nama Allah, maka tidak ada larangan dalam hal itu. Itu bertujuan untuk mengambil berkah dan mohon perlindungan dengan nama-nama-Nya.
Dalam kitab Al-Azkar, Imam Nawawi menyebutkan satu riwayat yang menunjukkan kebolehan memakai jimat agar selamat dari penyakit ain, gangguan jin dan lainnya. Riwayat dimaksud bersumber dari dari kakek Amr bin Syuaib, dia berkisah;
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يعلمهم من الفزع كلمات : أعوذ بكلمات الله التامة من غضبه وشر عباده ومن همزات الشياطين وأن يحضرون وكان عبد الله بن عمرو يعلمهن من عقل من بنيه ، ومن لم يعقل كتبه فعلقه عليه
Sesungguhnya Rasulullah Saw mengajari para sahabat sejumlah kalimat dari rasa takut yang mencekam; ‘A’uudzu bi kalimaatillaahit tammati min ghadhabihii wa syarri ‘ibaadihii wa min hamazatisy syayaathiin wa ayyahdhuruun (Aku berlindung dengan kalimat Allah yang sempurna dari murka-Nya, kejahatan para hamba-Nya, dan godaan setan.
Aku pun berlindung kepada-Nya dari kepungan setan itu). Abdullah bin Umar mengajarkan kalimat itu pada anaknya yang sudah berakal. Sementara anaknya yang belum berakal, maka beliau menuliskan, lalu mengalungkan tulisan itu padanya.
Namun tidak semua doa-doa dan azimat dapat dibenarkan. Setidaknya, ada tiga ketentuan yang harus diperhatikan.
1. Harus menggunakan Kalam Allah SWT, Sifat Allah, Asma Allah SWT ataupun sabda Rasulullah SAW
2. Menggunakan bahasa Arab ataupun bahasa lain yang dapat dipahami maknanya.
3. Tertanam keyakinan bahwa ruqyah itu tidak dapat memberi pengaruh apapun, tapi (apa yang diinginkan dapat terwujud) hanya karena takdir Allah SWT. Sedangkan doa dan azimat itu hanya sebagai salah satu sebab saja." (Al-Ilaj bir-Ruqa minal Kitab was Sunnah, hal 82-83).
Wallahu'alam
Semoga bermanfaat
Comments
Post a Comment