Jangan Haramkan Tembako
Topik untuk dibaca:
• Ke Imanan Yang Tertukar Dengan Dunia
Tembakau terkenal dengan aromanya yang wangi, ternyata tidak hanya bisa dinikmati dengan cara dihisap, namun juga dengan cara dihirup. Cara kedua ini dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap rokok.
Tembakau terkenal dengan aromanya yang wangi, ternyata tidak hanya bisa dinikmati dengan cara dihisap, namun juga dengan cara dihirup. Cara kedua ini dinilai lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan asap rokok.
Bahkan, dengan menghirup tembakau diyakini dapat menyembuhkan pilek dan mengobati radang hidung. Cara ini banyak digunakan di bangsa² di Asia, Afrika, Amerika, dan sebagian Eropa. Tembakau ditemukan 4000 SM artinya dari jaman sebelum nabi Musa as. Satu lagi cara menikmati tembakau, yakni dengan cara dikunyah.
Para ulama²’ berbeda pendapat dalam hukum rokok (tembakau).
Rasulullah saw bersabda : “Yang halal sudah nyata dan yang harampun telah nyata”.
Hukum asal setiap sesuatu adalah halal kecuali ada nash yang dengan tegas mengharamkan.
Sesuatu yang haram bukanlah yang memudaratkan, dan sesuatu yang halal bukanlah yang memiliki banyak manfaat, akan tetapi yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau bermanfaat, dan yang halal adalah yang dihalalkan oleh Allah dan Rasul-Nya walau memudaratkan.
Tidak setiap yang memudaratkan itu haram, yang haram adalah yang diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya baik itu memudharatkan atau tidak. Cabe, daging kambing, gula, asap mobil, dll.. . juga memudlaratkan tapi tidak haram, mengapa justru rokok saja yang haram padahal masih banyak yang lain yang juga memudharatkan?
Segala jenis ikan di dalam laut hukum memakannya halal sebagaimana yang diterangkan dalam hadits. Padahal banyak jenis ikan yang memudharatkan (ubur², ikan buntal, hiu) di dalam laut tersebut, tetapi tetap halal walau memudharatkan. Kalau kita mengharamkannya maka kita telah mentaqyid hadits yang berbunyi : “Yang suci airnya dan yang halal bangkainya”.
Kita boleh saja melarang atau meninggalkan dhakhin (rokok) tapi kata-kata haram tidak boleh terucapkan karena Allah berfirman :
“Menetapkan hukum itu hanyalah hak Allah”
(Qs. Al-An’am : 57) .
Kita "boleh mengatakan" : Jangan merokok karena ia memudharatkan, "tapi" tidak boleh kita mengatakan : Merokok itu haram, sebagaimana kita mengatakan kepada anak-anak kita : "Jangan makan coklat karena ia merusak gigi, dan kita tidak pernah mengatakan: Makan coklat itu haram.
Kita mungkin mengatakan: Memakan petai dapat menyebabkan penyakit encok, namun tidak boleh kita mengatakan: Makan petai itu haram.
Kalau rokok dikatakan bagian dari khaba’its (barang yang jelek/bau) maka bawang juga termasuk khaba’its, mengapa rokok saja yang diharamkan sementara bawang hanya sekedar makruh (itupun kalau akan memasuki masjid)?
Hadits “La dlarara wala dlirar” masih umum, dan bahaya² rokok tidak mutlak dan tidak pasti, kemudian ia bergantung pada daya tahan dan kekuatan tubuh masing².
Boros adalah menggunakan sesuatu tanpa membutuhkannya, dari itu jika seseorang merokok dalam keadaan membutuhkannya maka ia tidaklah pemboros karena rokok ternyata kebutuhan sehari-harinya juga.
Rokok adalah bagian dari makanan atau minuman sebab ia dikonsumsi melalui mulut, maka ia halal selama tidak berlebihan, Allah berfirman, “Makan dan minumlah dan jangan berlebih-lebihan” dan Allah telah menyebutkan makanan² dan minuman² yang haram seperti arak, babi, dll. dan ternyata Allah tidak menyebut rokok (tembakau) di antaranya.
Realita menunjukkan bahwa rokok ternyata memberi banyak manfaat terutama dalam menghasilkan uang, di Lombok, Wonosobo, Temangung, Madura, Jember dll misalnya, hanya tembakaulah yang membuat para penduduknya mendapatkan penghasilan untuk kebutuhan hidupnya, jika rokok diharamkan maka mayoritas penduduk daerah tersebut kesulitan mebiyayai hidup keluarganya, apa mereka yang mengharamkan tembaku mau meberi subsidi pada mereka?.
- Jika rokok (asal nya dari pohon tembakau) haram tentu seperti pohon "ganja" hukum tembakau dan ini artinya muncul hukum baru dan belum ada ulama yang meng Qiyaskan tembakau dengan ganja.
- Jika tembakau haram tentu ribuan petani tembakau, puluhan juta buruh pabrik rokok, ratusan juta penjual rokok memperoleh hasil haram. Yang artinya semua yang mereka berikan baik untuk keluarga atau-pun untuk masyrakat adalah najis (haram).
- Jika tembakau haram, tentu cukai hasil dari rokok yang digunakan oleh pemerintah untuk kemaslahatan rakyat membuat jalan, jembatan, infrastruktur lainya adalah hasil dari hal yang bathil. Artinya bagi mereka yang berkeyaqinan rokok haram tentu berdosa jika ikut menikmati sarana tersebut.
Allah berfirman : “Katakanlah hai Muhammad, terangkanlah kepadaku tentang rezki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu kamu jadikan sebagiannya haram dan sebagiannya halal. Katakanlah: Apakah Allah telah memberikan izin kepadamu tentang ini atau kamu mengada-adakan saja terhadap Allah?”
Qiyas kepada khamr tidak benar karena rokok tidak memabukkan dan tidak menghilangkan akal, justru seringnya melancarkan daya berfikir. Dan yang paling penting adalah haramnya khamr karena ada nash, dan tidak haramnya rokok (tembakau) karena tidak ada nash. Kemudian qiyas tidak boleh digunakan dengan sembarangan.
Rokok tidak ada hubungannya sama sekali dengan ayat “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” karena ayat tersebut membicarakan hal lain.
Adapun ayat “Dan janganlah kamu membunuh dirimu” maksudnya adalah bunuh diri, maka adakah orang yang sengaja membunuh dirinya dengan menghisap rokok? kalaupun ada jenis rokok yang sengaja dibuat untuk bunuh diri maka tetap yang haram bukan rokoknya akan tetapi yang haram adalah bunuh dirinya. Sebagaimana seseorang membunuh dirinya dengan pisau, maka yang haram bukan menggunakan pisaunya tetapi bunuh dirinya.
Mengharamkan yang bukan haram adalah termasuk dosa besar maka diharapkan untuk berhati-hati.
Banyak ulama dan auliya yang juga perokok bahkan perokok berat, apakah kita menyamakan mereka dengan para "bajingan yang minum arak di pinggir jalan ?"
Allah berfirman: “Apakah patut Kami jadikan orang² islam itu sama dengan orang² yang berdosa? Mengapa kamu berbuat demikian? bagaimanakah kamu mengambil keputusan?”, Allah juga berfirman: “Apakah orang yang beriman itu sama seperti orang yg fasik? Sesungguhnya mereka tidak sama”.
Banyak ulama yang tidak mengharamkan rokok seperti : Syekh al-Dajawi, Syekh Mur’i al-Hanbali, Syekh Abbas al-Maliki, Syekh Muhammad Alawi al-Maliki, Syekh Ahmad bin Abdul-Aziz al-Maghribi, Syekh Abdul-Ghani al-Nabulsi ra., Syekh Mukhtar ra dll...
Abdur Rahman ibn Muhammad ibn Husain ibn ‘Umar Ba’alawiy di dalam Bughyatul Mustarsyidin sepotong teksnya sebagai berikut :
"Tidak ada hadits mengenai tembakau dan tidak ada atsar (ucapan dan tindakan) dari seorang pun di antara para shahabat Nabi SAW. … Jelasnya, jika terdapat unsur² yang membawa mudarat bagi seseorang pada akal atau badannya, maka hukumnya adalah haram sebagaimana madu itu haram bagi orang yang sedang sakit demam, dan lumpur itu haram bila membawa mudarat bagi seseorang. Namun kadangkala terdapat unsur² yang mubah tetapi berubah menjadi sunnah sebagaimana bila sesuatu yang mubah itu dimaksudkan untuk pengobatan berdasarkan keterangan terpercaya atau pengalaman dirinya bahwa sesuatu itu dapat menjadi obat untuk penyakit yang diderita sebagaimana berobat dengan benda najis selain khamr. Sekiranya terbebas dari unsur² haram dan mubah, maka hukumnya makruh karena bila terdapat unsur² yang bertolak belakang dengan unsur² haram itu dapat difahami makruh hukumnya".
Sedangkan sebagian ulama’ lainnya menghukumi haram atau makruh karena memandang tembakau dapat mengurangi kesehatan, nafsu makan, dan menyebabkan organ² penting terjadi infeksi serta kurang stabil.
Syaikh Mar’i ibn Yusuf dari madzhab Hanbaliy, penyusun kitab Ghayah al-Muntaha mengatakan : Jawaban tersebut mengarah pada rokok dan kopi itu hukumnya mubah, tetapi bagi orang yang santun lebih utama meninggalkan keduanya.
Syeikh Ahmad Khatib al-minangkabawi, ulama asal Minangkabau yang hampir selama hidupnya tinggal di Makkah dan meninggal di sana, menjelaskan :
Haram, bagi orang yang baginya merokok dapat merusakkannya.
Perlu (wajib), bagi orang yang jika tidak merokok justru membuat mudhorot.
Makruh, bagi orang yang belum terbiasa.
Sunnah, bagi orang yang bila merokok mendatangkan manfaat.
Halal, bagi orang yg sudah terbiasa merokok tidak mendatangkan kerusakan dan tidak hendak menghentikan nikmatnya.
Seorang Ulama besar Al-Arif Billah Syeikh Ihsan Jampes Kediri, ulama bertaraf internasional yang kitabnya jadi rujukan di Timur Tengah dan Mesir, pernah menulis masalah perbedaan pendapat rokok dengan amat bagus sekali, beliau sendiri adalah perokok.
Apakah orang seperti Syeikh Ihsan Jampes yang menulis kitab tasawuf yang bermutu tinggi itu dadanya tidak ditembusi cahaya Allah hanya karena asap rokok?
Kiyai Abdul Hamid Pasuruan beliau adalah Waliullah yang masyhur dihormati oleh sesepuh mursyid tarekat mu’tabarah, tidak anti rokok dan tidak pernah mengharamkan rokok. Apakah kyai sekaliber Mbah Hamid ini shalatnya tidak diterima oleh Allah hanya karena merokok?
Kiyai As’ad Syamsul Arifin adalah seorang Waliullah di zamannya, yang juga merokok. apakah beliau ini akan masuk neraka hanya karena berpendapat merokok tidak haram?
Siapapun tentu mengetahui kemasyhuran KH. Khamim Jazuli (Gus Miek ) dan pasti tahu Alimul ‘allamah Al ‘Arif Billah Asy-Syekh Muhammad Zaini Abd. Ghani (Tuan Guru Ijai al-aidrus martapura Kalimantan Selatan ) dikenal sebagai seorang Wali Mursyid yang masyhur yang di kunjungi para alim ulama Habaib dari belahan dunia, juga merokok.
Boleh saja membuat regulasi (peraturan²) tertentu demi terjaganya kesehatan seperti membatasi umur +18th, membuat lokasi² khusus bagi para perokok, atau yang lainnya asalkan tidak mengharamkannya, itu saja, sekali lagi yang penting kita tidak mengharamkan yang halal (tidak ada nash) sebab itu adalah dosa besar.
ولا تقولوا لما تصف ألسنتكم الكذب هذا حلال وهذا حرام لتفتروا علي الله الكذب إِن الذين يفترون على الله الْكذب لا يفلحون
Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang² yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntungan. (Qs an Nahl 116).
Wallahua'lam
Topik bagus:
Comments
Post a Comment