Kisah Cinta Mengharukan Putra Sahabat Abu Bakar


baca topik penting ini: Prilaku durhaka Istri pada Suami
• Salah Kaprah Sebutan Muhrim dan Mahrom


"Duhai Atikah sayang, aku tak mampu melupakanmu sepanjang mentari masih bersinar.
Dan sepanjang merpati cantik itu masih bersuara indah.
Duhai Atikah, hatiku sepanjang siang dan malam.
Selalu bergantung pada dirimu tentang rasa dalam jiwa.
Tak terbayangkan orang sepertiku menceraikan orang sepertimu hari ini
Tidak juga orang sepertimu yang diceraikan tanpa kesalahan".
Begitulah salah satu syair kesedihan Abdullah bin Abu Bakar setelah ayahnya menyuruh dirinya menceraikan istri tercinta, Atikah.
Masyhur kisah Aisyah putri Abu Bakar ra dalam berbagai khazanah sejarah. Kali ini kita sekilas menilik Sayyidina Abdurahmanbin Abi Bakar (Abdullah), saudara dar Sayyidah Aisyah, beliau putra Abu Bakar ini juga terlibat dalam upaya penyelamatan Rasulullah dan Abu Bakar saat hijrah ke Madinah. Tugas Abdullah tidak sederhana. Ia harus mencari informasi, mendengarkan semua pembicaraan para pembesar Quraisy di Makkah tentang Rasul dan ayahnya yang sedang di dalam Gua Tsur.
Di sore hari menjelang gelap malam ia harus berjalan menuju Gua Tsur yg terletak di sebelah selatan Makkah sejauh kurang lebih 4 km dengan ketinggian gua lebih dari 700 M dpl. Perjalanan itu bertujuan memberitahu Rasul dan ayahnya tentang semua berita yang ada di Makkah. Esok pagi ia sudah harus ada di Makkah lagi untuk melakukan hal yg sama. Dan sore hari kembali berjalan ke arah Gua Tsur.
Selama tiga hari Nabi dan Abu Bakar menginap di Gua Tsur, itulah tugas Abdullah. Tentu sebuah perjuangan yang tidak ringan, melelahkan, dan berbahaya.
Keluarga Abu Bakar memang selalu istimewa. Dalam hijrah Nabi, keluarga Abu Bakar lah yang berperan. Anak-anak, pembantu hingga dirinya dilibatkan. Abdullah hadir dan dididik di dalam keluarga mulia itu. Abdullah sang pejuang. Tak memiliki rasa takut walau bertaruh nyawa. Tak menyerah hanya karena lelah fisik dan gelap malam.
Sejarah mencatat Abdullah menikah dengan Atikah, lbnu Hajar dalam Al Ishobah memaparkan tentang kisah Abdullah dan Atikah ini. Digambarkan, Atikah adalah wanita yang cantik jelita. Bukan hanya itu, dia juga berakhlak mulia. Nasabnya, Atikah binti Zaid bin Amr. Ia adalah wanita Quraisy, saudarinya Said bin Zaid, salah satu 10 sahabat yang dijamin masuk surga dalam satu hadis Nabi. Atikah juga adalah sepupu Umar bin Khattab.
Kecantikan dan keluhuran pribadi Atikah benar-benar menyihir hati Abdullah. Menyita seluruh jiwanya. Menyandera seutuh akalnya. Hari-harinya hanya mengagumi Atikah. Kecantikannya, jelitanya, dan adab mulianya.
Cinta Atikah nyaris tak menyisakan kehidupan Abdullah, kecuali mengagumi dan larut dalam cintanya. Setiap hari dan setiap saat. “Ia (Atikah) menyibukkannya / melalaikan (Abdullah) dari perang-perangnya (jihad),” tulis Imam Ibnu Hajar.
Dari Abdullah bin Aashim bin Al Mundzir dia mengatakan semenjak Abdullah menikahi Atikah, dia pun terus ingin bersamanya sehingga sering tertinggal dari kancah pertempuran. Maka ketika sang ayah melihat penurunan semangat sang putra dari jihad, dia pun merintahkan sang putra untuk menceraikan istrinya.
Abdullah tak peduli. Di dalam pikirannya hanya ada Atikah. Cinta telah mulai berubah menjadi diktator dan mulai terlihat angkuh, memaksa untuk hanya dia yang diperhatikan dan dipedulikan. Bahkan memaksa Abdullah untuk melupakan berbagai kewajiban hidup.
Sang Ayah berasumsi hanya dengan cara itu kehidupan Abdullah bisa normal kembali. Perintah itu tak bisa ditawar. Sebagai anak yang patuh, Abdullah menuruti titah ayahanda.
Tapi Abdullah gundah gulana. Atikah telah menguasai hatinya. Setiap guratan kegundahannya itu dituangkan dalam untaian syair.
Abdurrahman bin Abu Bakar Ash Shiddiq (Abdullah) dan istrinya, Atika, amat saling mencintai satu sama lain sehingga Abu Bakar merasa khawatir dan pada akhirnya meminta Abdurrahman menceraikan istrinya karena takut cinta mereka berdua melalaikan dari jihad dan ibadah. Abdurrahman pun menuruti perintah ayahnya, meski cintanya pada sang istri begitu besar.
Namun tentu saja Abdurrahman tak pernah bisa melupakan istrinya. Berhari-hari ia larut dalam duka meski ia telah berusaha sebaik mungkin untuk tegar. Perasaan Abdurrahman itu pun melahirkan syair cinta indah sepanjang masa :
"Demi Allah, tidaklah aku melupakanmu
Walau mentari tak terbit meninggi
Dan tidaklah terurai air mata merpati itu
Kecuali berbagi hati
Tak pernah kudapati orang sepertiku
Menceraikan orang seperti dia
Dan tidaklah orang seperti dia dithalaq karena dosanya.
Dia berakhlaq mulia, beragama, dan ber-nabikan Muhammad
Berbudi pekerti tinggi, bersifat pemalu dan halus tutur katanya".
Akhirnya hati sang ayah pun luluh. Mereka diizinkan untuk rujuk kembali (Terekam dalam sejarah perpisahan itu hanya terjadi 3 hari). Abdurrahman pun membuktikan bahwa cintanya suci dan takkan mengorbankan ibadah dan jihadnya di jalan Allah.
Namun sayang sungguh disayang ketika ia ikut serta dalam pertempuran Thaif (630 H)sebilah panah melesat ke arahnya dan langsung mengenainya sehingga ia pun gugur dalam medan tempur. Mendegar khabar syahidnya Abdullah Atikah pun membacakan syairnya:
"Aku telah dilindungi oleh sebaik-baik manusia setelah Nabinya
Dan setelah Abu Bakr, dan ia tak pernah mengabaikanku.
Dan aku bersumpah mata ini tak kan pernah berhenti dari kesedihan atas dirimu
Dan kulit ini akan senantiasa usang
Duhai kiranya ada mata yang menyaksikan pemuda seperti dirinya.
Dia menyerang dan melindungi dalam perang yg berkobar dipenuhi kesabaran...
Setelah peristiwa itu berlalu maka Umar bin Khathab menikahi Atikah.

(Sirah sahabat Nabi).
والله اعلم

Comments

  1. Masya Allah, tak berasa bener2 netess Mata ini, layaklah ada di jannah Mu

    ReplyDelete
  2. Aammiin semoga kita di beri rasa cinta yang ikhlas karena Allah dan bersama orang yang kita cintai bersama masuk ke dalam Jannah- Nya Aamiin

    ReplyDelete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Wali Malamatiyyah

Bait Syair Yang Terukir Di Gembok Makam Rasulullah SAW

Pemimpin Cerminan dari Rakyatnya