Apakah Allah ada??? Si mbah Tua Mencari Tuhan
Kisah ini sudah saya posting di blog lama saya sinarmentarikoke.blogspot.com
Kini saya hadirkan kembali untuk menambah wawasan ketuhanan kita. semoga bermanfaat
Disuatu sore selepas berjama’ah shalat ashar, mbah San (panggilan akrab mbah Kasan Besari), yang udah terbiasa jama’ah di masjid jami’ Baitul Aman keluar dari masjid dengan menenteng tasbih ditangan dan sajadah diselempangkan di pundak kirinya. Saat itu gerimis deras, udara terasa dingin disertai kabut tipis, maklum mbah san tinggal di sebuah desa dipegunungan.
Beliau tidak langsung pulang kerumahnya yang lumayan jauh dari masjid, namun berjalan menuju kediaman kiyai Syauqi yang berada tak jauh dari masjid. Dengan berpayungkan sajadah yang tadi di selempangkan, mbah San berjalan cepat karena takut badanya basah terkena gerimis. Sesampainya didepan kediaman Kiyai Imran Mbah San melepas sandal yang sudah usang dan ada tali sandal yang sudah dipaku. Kemudian naik keteras dan mendekati pintu rumah. Dengan tangannya mbah San mengetuk pintu “ Assalamu’alaikum” ucap mbah san dengan suara agak parau. Suasana didalam rumah agak ramai, karena banyak anak –anak yang sudah selesai ngaji dengan Kiyai Syauqi mulai dari jam setengah tiga. “Assalamu’alikum” ucap mbah San yang keduakalinya. “Wa’alaikum salam” terdengar suara keras seorang anak dari dalam. Pintu terbuka, “wa’alaikumsalam” anak yang membuka pintu berucap. “oh mbah San Monggo mlebet mbah” perintah anak tadi mempersilahkan masuk pada mbah san. “ mas Ramane ada?(Ramane panggilan anak-anak pada Kiyai Syauqi) tannya mbah San dengan senyum pada sianak. “ada mbah, tadi baru saja masuk kamar setelah jam’ah dimasjid (kiyai Syauqisudah biasa selepas jama’ah dimasjid, pulang lalu masuk kamar untuk melakukan shalat sunnah atau tadarus al-qur’an dan dzikir) sebentar ya mbah tunggu, monggo mbah duduk dulu” ucap anak yang membukakan pintu mempersilahkan duduk.
Beberapa saat kemudian Kiyai Syauqi kelur dari kamar dan menuju ruang tamu. “Assalamu’alaikum,.
Alhamdulillah, kedatangan tamu agung. Apa kabar, Mbah?" sapa Sang Kiyai ceria.
"Wa’alaikumsalam, baik, Pak Kiyai." Mbah San bangkit dari duduknya, kemudian menjabat tangan kiyai Syauqi. "monggo lenggah mbah" ucap kiyai Syauqi mempersilahkan mbah San untuk duduk kembali. mbah San duduk bersilah di atas karpet tebal berwarna merah yang ada gambar bunga-bunga berhadapan dengan Kiyai Syauqi.
"Pak Kiyai, saya mempunyai dua pertanyaan."
Sejenak pembiacaraan Mbah San terhenti ketika seorang santri keluar menyuguhkan teh panas dengan sepiring jiwel yang di potong-potong dadu (makanan has desa mbah San yang terbuat dari singkong). "Silahkan, Mbah diunjuk tehnya," ujar Kiyai.
"Iya, Pak Kiyai. Terima kasih," jawab Mbah San sambil nyruput teh hangat yang membuat badannya hangat dicuaca yan dingin itu. Diambilnya jiwel dari piring, dikunyahnya pelan-pelan. Kemudian lanjutnya, "Kata Pak Kiyai, bukti Allah itu ada adalah adanya alam semesta yang merupakan ciptaan-Nya."
"Betul, betul itu Mbah," jawab Kiyai Syauqi dengan wajah serius.
"Lalu ketika alam semesta ini belum Allah ciptakan, apa yang menjadi bukti jika Allah itu ada?"
Kiyai Syauqi tercenung. Tatapan matanya lembut seperti takjub dengan pertanyaan Mbah San yang nyleneh
Mbah San masih melanjutkan pertanyaannya, "Dan kalau alam semesta ini tidak ada, apa yang bisa menjadi bukti keberadaan Allah, Pak Kiyai?"
Kiai Syauqi manggut-manggut. "Silahkan dilanjutkan, Mbah," katanya.
"Saya berpendapat, berarti keberadaan Allah itu bergantung kepada keberadaan alam semesta ini," kata Mbah San bersemangat. "Sebab Allah ada karena alam semesta ini ada, dan jika alam semesta ini tidak ada maka Allah pun tidak ada."
Kiai Syauqi diam tercenung. Diambilnya jiwel dan mengunyahnya. Kemudian katanya, "Mbah, nuwun sewu, saya ini orang bodoh. Pertanyaan Panjenengan di luar kemampuan otak saya. Akal pikiran saya mung sak dermo, sebatas pengetahuan saya."
Wajah Mbah San berubah muram. Kepalanya menunduk yang membuat punggungnya yang sudah bungkuk semakin bungkuk. "Tapi Pak Kiyai....." katanya ragu.
Melihat sikap Mbah San yang murung, Kiai Syauqi tersenyum arif. Katanya, "Mbah, saya kira tidak ada orang yang bisa menjawab pertanyaan Panjenengan. Apa lagi orang seperti Syauqi ini yang ilmunya pas-pasan. Pembahasan tentang adanya Allah hanya bisa dijawab dengan dalil-dalil. Baik dalil aqli, maupun dalil naqli."
"Maksud Pak Kiyai?" ucap mbah San penasaran
"Begini, mengapa orang meyakini adanya Tuhan, karena penggunaan dalil aqli dan dalil naqli tersebut."
"Apa itu dalil aqlinya bahwa Allah itu ada?" tanya Mbah San tidak sabar.
"Alam tempat kita hidup beserta gejala-gejalanya yang bisa kita lihat dan kita sentuh tidak mungkin ada tanpa adanya Sang Maha Ada yang menciptakannya. Sangat menakjubkan desain dunia tempat kita hidup. Detailnya juga tidak bisa dijangkau dengan otak manusia. Bumi yang kita tinggali ini ternyata hanya seperti sebutir debu saja di bandingkan jagat raya ciptaan Tuhan. Ada matahari yang keliling lingkarannya ratusan kali lipat panjang keliling bumi. Matahari dengan 8 planetnya tergabung ke dalam galaksi bima sakti yang panjangnya 100 ribu tahun kecepatan cahaya. Padahal kecepatan cahaya adalah 300.000 kilometer perdetik. Selain matahari dan planet-planetnya ada 100 milyar bintang lainnya yang tergabung dalam galaksi bima sakti."
Kiai Syauqi berhenti sejenak, minum teh. Diamatinya Mbah San yang nampak serius mendengarkan paparannya. Kemudian katanya, "Panjenengan tahu apa itu galaksi bima sakti?"
Mbah San hanya geleng-geleng kepala.
"mboten Pak Kiyai" mbah San berucap
''Galaksi bima sakti itu hanya salah satu dari ribuan galaksi serupa yang tergabung dalam satu cluster. Cluster-cluster yang berjumlah ribuan tergabung lagi membentuk super cluster dan akhirnya dari ribuan super cluster membentuk jagat raya ini."
Mbah San manggut-manggut.
"Nah Mbah, kalau bumi yang dihuni sekitar 8 milyar umat manusia ini hanya seperti debu di banding jagat raya, apalah arti seorang Syauqi ini, tak terhingga kecil dan remehnya. Inilah dalil aqli atau logikanya mengapa Tuhan itu ada. Tidak masuk akal kan Mbah, jika jagat raya yang sangat dahsyat ini tak ada yang membuat dan mengaturnya?"
"Ehm..., dalil naqli itu apa Pak Kiyai?" tanya Mbah San.
"Dalil naqli itu keterangan-keterangan yang disampaikan oleh para utusan Allah. Mereka adalah manusia-manusia terpilih yang diamanati Allah untuk menjadi nabi atau rasul. Allah menyampaikan perintah-perintah untuk dijalankan umat manusia melalui wahyu yang disampaikan kepada para rasul dan nabi-Nya. Dalam al qur'an surat al-furqon ayat 61 Allah menegaskan bahwa Dia-lah yang menciptakan jagat raya ini. Artinya begini, "Maha Suci Allah yang menjadikan di langit gugusan-gugusan bintang dan Dia menjadikan juga padanya matahari dan bulan yang bercahaya."
"Tapi Pak Kiyai....tentang dua pertanyaan saya tadi?" mbah San menyela
"Pertanyaan yang mana?" tannya kiyai Syauqi
Pertanyaan apa bukti adanya Allah sebelum jagat raya ini diciptakan, dan seandainya jagat raya ini tida ada apa berarti Allah juga tidak ada?" mbah San menyebutkan pertanyaanya
Wajah Pak Kiyai seperti orang kebingungan. "Iya, saya ingat pertanyaan sampeyan itu. Tapi mana? Bisakah Panjenengan tunjukan pada saya biar aku raba pertanyaan itu?"
Kini Mbah San yang nampak kebingungan. "Maksud Pak Kiyai?"
"Panjenengan bilang punya dua pertanyaan? Mana? Tolong tunjukan padaku agar bisa aku raba?"
Mbah San tertawa terkekeh-kekeh. "heheheheehe,..Pak Kiyai bisa aja, masa kata-kata bisa diraba?"
"Tapi sampeyan percaya tidak kalau pertanyaan itu ada?"
"Ya percaya dong, Pak Kiyai, wong saya yang nannya." mbah San menjelaskan sambil nyengir
"Walau pun tidak bisa dipegang?"
"Iya."
Kiai Syauqi manggut-manggut. "Itulah Allah. Dia tidak bisa dicerna dengan indera apa pun yang dimiliki manusia. Apa lagi otak kita yang tak terhingga kecil dan remehnya. Pertanyaan itu hanya rekayasa otak Panjenengan saja. Jika mahluk Allah saja banyak yang immateri, tak tersentuh indera, kenapa sampeyan merekayasa Allah dalam bentuk fisik?"
kita adalah Ahlussunah wal jama'ah, kita bukan golongan Wahabi yang berakidah keluar dari ajaran syar'i, mereka mentasjimkan Allah( mengangga Allah mempunyai fisik seperti mahluk) dan mentasybihkan Allah (menyerupakan Allah dengan mahluk) seperti orang-orang yahudi dan nasrani."
"Kulo dereng mudeng Pak Kiyai...." Mbah San masih penasaran
Kiai Syauqi bergumam. Dan, plak! Sebuah tamparan keras mendarat di pipi Mbah San. “aduuuuuh awh” Mbah San menjerit kesakitan.
"Kenapa?" tanya Kiai Syauqi dengan mimik heran.
"Kenapa menampar saya? Sakit...., auwh" kata Mbah San sambil meringis.
"Sakit? Mana sakit? Aku tak melihat ada sakit?"
"Ini pipi saya sakit," kata Mbah San sambil meringis.
"Tapi saya tidak melihat ada sakit di pipi sampeyan," kata Kiai Syauqi serius.
Mbah San yang kesakitan keheranan. Keningnya yang keriput tambah mengkerut karena mengernyit.
Beberapa saat suasana menjadi hening tiada kata yang keluar dari mereka berdua.
Tiba tiba mbah San mengangguk –angguk Kan kepalanya,
“ geh geh kulo sampun paham pak Kiyai, matur suwun sanget” ucap mbah San sambil tersenyum penuh kepuasan.
” Geh sami-sami mbah” pak Kiyai menimpali
“monggo diteruskan makan jiwelnya” pak Kiyai kembali menawarkan jiwel untuk dimakan kembali.
Sesaat kemudian mbah san pamit dan pulang dengan kegembiraan hati, telah terjawab dan terpuasakan apa yang selama ini membuatnya ragu.
Alhamdulillah
Comments
Post a Comment