Mbah tak percaya Tuhan Yang Memberi Rejeki


cerita ini saya alih dari blog lama saya sinarmentarioke.blogspot.com

Disebuah kota kecil sebuah kecamatan (sebut saja karangraja), dipinggir jalan tampak sebuah kios kecil sangat sederhana bahkan sudah agak rapuh. 
Kios tersebut dijadikan tempat menjahit selama bertahun-tahun oleh seorang yang sekarang tampak sudah tua. Mbah dulkamid namanya.

Disuatu siang mbah dulkamid sedang sibuk mengerjakan pekerjaan jahitannya, tiba-tiba .. “Assalamu’alaikum” 
mbah dulkamid kaget, seketika itu langsung bangun dari duduknya dan membiarkan kain yang tadi lagi digunting tergeletak begitu saja.
 “Wa’alaikumsalam”, jawab mbah dulkamid dengan nada gugup.
Mbah Dulkamid segera menyongsong tamunya, ternyata yang datang adalah Kiai Syauqi.

Mbah dulkamid mengulurkan tangan untuk menyalaminya seraya hendak mencium tangan tetapi Sang Kiai menarik tangannya cepat-cepat. 
"Jangan begitu Mbah ... harusnya aku yang mencium tangan panjenengan." 
Mbah Dulkamid manggut-manggut. "Inggih-inggih Kiai Monggo pinarak Kiai.." mbah dulkamid sambil menyeret kursi plastik usang dari pojokan untuk duduk kiai Syauqi.
Kemudian Kiai Syauqi duduk

" Baju Pak Kiai sudah jadi itu....." kata mbah Dulkamid dengan sangat sopan. 
Segera dihampirinya lemari ukuran besar. Mbah Dulkamid menggeser pintu kaca tembus pandang ke arah kanan dan diambilnya sebuah baju warna putih berkerah model koko yang digantung dengan hanger. Tampak rapi dengan setrikaan yang sangat licin.

Kiai Syauqi menerima baju dan mematut-matut ke badannya. "Wah, bagus sekali baju jahitan sampeyan Mbah, enak ini dipake pas dibadan. Pantesan banyak orang yang menjahitkan baju di sini....." Kata Kiai Syauqi dengan muka cerah.

Sebaliknya wajah mbah Dulkamid justru ketekuk, kayak lipatan baju jaitannya,. "Rame apaan pak kiai, rame kerjaan doang, tapi hasilnya cuma capek aja, kadang malah kurang, apalagi kalu lagi musimnya kondangan pak kiai...." gumamnya.

Kiai Syauqi menoleh ke arah mbah Dulkamid, dan katanya, "Apa Mbah? Hmmm.... jangan begitu.. Kan kita harus selalu mensyukuri apa pun yang sudah Tuhan kasih." ucap beliau dengan senyum dan tatapan iba

"Apa benar yang ngasih ke kita Tuhan? Wong semua hasil kerja kita sendiri!" ujar mbah Dulkamid yakin.

Kiai Syauqi menggeleng-gelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. " hehehe Mbah Mbah.... Sampeyan tahu apa itu rejeki kan?" tanya kiai syauqi dengan nada ngledek.

"Saya dari dulu kerja sejak masih muda sampai setua ini menerima jahitan baju orang, terus orang itu membayar saya dengan uang, Itu rejeki saya hasil jerih payah kerja saya Pak Kiai...." ucap mbah dulkamid dengan nada agak ketus

"Bener itu Mbah...namun bukan hanya itu.. Maa atakallah, sesuatu yang datang dari Allah semua itu rejeki Mbah... Sejak proses dalam rahim, Allah menumbuhkan sperma dalam indung telur ibu sampeyan, kemudian menjadi darah kemudian dikembangkan menjadi segumpal daging dan berproses terus menjadi anak manusia lengkap dengan segala instrumennya berupa tangan, kaki, mata, telinga dan semua yang sampeyan miliki itu tanpa harus meminta Allah sudah memberinya. Lalu Allah juga menyiapkan air susu buat sampeyan tanpa ikhtiar apa pun." Kiai Syauqi menarik nafas panjang lalu tersenyum.. "Mbah....," katanya kemudian.

"Dalem(saya), Pak Kiai," jawab mbah Dulkamid penuh hormat.

"Allah juga menyediakan udara, energi matahari dan kandungan perut bumi untuk kesinambungan kehidupan sampeyan di muka bumi. Tinggal kewajiban sempeyan untuk melakukan ikhtiar dengan mendayagunakan semua pemberian Allah tadi,.. Buktinya Allah sudah memberi ilmu menjahit sehingga dengan bantuan kedua tangan, kaki, mata, otak dan anggota tubuh lain sampeyan bisa mencari nafkah."

"Betul itu Pak Kiai Tetapi kenapa Allah tidak memberi saya rejeki yang cukup? ...Padahal siang malam kerja sampai punggung tua saya bungkuk begini....!" ucap mbah dulkamid sambil menyeringai seakan kesakitan .. apa hanya ekspresi supaya di kasihani yaa... Hehee

"Hehehe......!"Kiai Syauqi terkekeh.. "Sampeyan ana-ana bae Mbah mbah..! ..Coba sampeyan amati sapu itu.. Sambil menunjuk pojokan kios (Kebetulan dipojok kios ada sapu lantai produksi Home Industri Sinar Mentari sapu yang sangat di minati masyarakat karena terbuat dari bahan alami yang ramah lingkungan dan mengandung seni serta ekonomis harganya dan bersih untuk menyapu) .. Mungkin ijuk-ijuk itu mengeluh.. "mengapa kami harus bersentuhan langsung dengan lantai yang kotor, sementara gagang sapu selalu bersentuhan dengan tangan lembut pemiliknya." Ijuk-ijuk itu protes kepada sang pemilik, "mengapa anda hanya memegang gagang,.??! padahal kami yang bekerja keras sampai tubuh kami semua kotor dan rontok??!". Pemilik sapu menjawab, "ubah bentuk kalian menjadi gagang, nanti aku akan menyentuhmu setiap kali menggunakan sapu ini!".

Kiai Syauqi menunggu reaksi mbah Dulkamid namun ia diam dengan wajah seperti kebingungan. 

Kemudian Kiai Syauqi meneruskan bicaranya "Allah tidak akan merubah nasib sampeyan kecuali sampeyan merubahnya sendiri. Tidak cukup berdo'a namun sampeyan juga harus berikhtiar, mendayagunakan segenap kemampuan maksimal agar mendapatkan penghasilan yang berlebih... Selain itu, kewajiban kita adalah mensyukuri semua yang telah Allah bagi kepada kita..." Kita harus giat berikhtiar, ada ujar-ujar jawa arab(bahasa jawa kaya arab hehe) “Man talataina panaina.” sapa wonge sing telaten bakale panen (Barang siapa yang rajin bekerja/berusaha maka akan menuai hasilnya.)

"Tapi Pak Kiai, bagaimana saya bersyukur sementara Allah membagi terlalu sedikit rejeki kepada saya?" tukas Dulkamid ngeyel.

Kiai Syauqi tersenyum... "Selama cara berpikirnya masih berkutat seputar dimensi materi, fisikal saja, maka sampeyan tidak akan pernah bisa bersyukur."

"Maksud Pak Kiai?"
"Begini Mbah, saya akan bercerita tentang sebuah negara yang 60 tahun lalu menjadi negara terkaya di dunia dengan pendapatan per kapitanya mencapai 17.000 dollar. Bandingkan dengan indonesia yang waktu itu hanya 530 dollar pertahun. Nama negara itu Nauru, yang berjarak 500 km dari Papua berbatasan dengan Australia. Luas wilayah Nauru hanya 21 km2 tetapi Allah melimpahinya dengan Fosfat, bahan pembuat pupuk sehingga selama berpuluh-puluh tahun rakyat Nauru yang berjumlah 13.000 jiwa itu hidup bergelimang harta. Mereka mengeruk fosfat itu habis-habisan dan menukarkannya dengan kemewahan. Semua fasilitas digratiskan, rakyat hidup bermalas-malasan karena semua kebutuhan hidup sudah disediakan oleh negara." Kiai Syauqi berhenti sejenak.
"Namun sekarang Mbah," lanjutnya. "Nauru menjadi negara miskin semiskinnya. Hampir 90 persen wilayah Nauru tak layak menjadi tempat tinggal. Tumbuhan hijau dan habitat mamalia musnah. Bahkan kebutuhan air dan makanan semuanya harus mengimpor. Sementara pemerintahan bangkrut tak mampu lagi membiayai kebutuhan rakyatnya."

"Itu kan karena kesalahan mereka sendiri, Pak Kiai," ujar mbah Dulkamid.

"Tepat, Mbah! Mereka tidak pandai mensyukurinya dengan cara mengelola limpahan rejeki Allah itu dengan sebaik-baiknya," jawab Kiai Syauqi

"Saya masih belum yakin Pak Kiai.. Coba Pak Kiai menengok ke jalanan... Banyak bergentayangan para gelandangan, pengemis, anak-anak terlantar yang setiap hari merasakan kelaparan. Jika benar rejeki itu datang dari Allah, kenapa sampai ada hamba-Nya yang mati kelaparan? Atau jangan-jangan.....," kata-kata Dulkamid terpotong.

"Jangan-jangan apa, Mbah?" tanya Pak Kiai penasaran.

Dada mbah Dulkamid menyengal keras. Mulutnya bergetar. "Jangan-jangan sebenarnya Allah itu tidak ada!" katanya dengan emosi.

Kiai Syauqi tersentak..

"Astaghfirullah..... Mbah! Sampeyan ngomong apa?"

"Allah itu tidak ada! Tidak ada Tuhan yang membagikan rejeki! Kalau Dia benar-benar ada tentu tidak ada yang mati karena kelaparan, tidak ada manusia yang kesusahan. Buat apa dia menciptakan manusia sebagai hambanya tapi kemudian Dia tidak mau mengurusnya? Saya tidak percaya kalau Allah itu ada!" tegas mbah Dulkamid.

Kiai Syauqi menarik nafas panjang. Tampaknya dia menahan diri untuk tidak larut dalam emosi mbah Dulkamid.

Kiai Syauqi hanya terdiam. Pandangan matanya dia buang ke arah luar. Banyak orang lalu lalang di depan kios jahit mbah Dulkamid.

Sementara susana hening tidak ada sepatah katapun dari mereka berdua ...

Sesaat Kemudian Mbah Dulkamid menyeringai sambil menatap kiai Syauqi, melihat sikap Kiai Syauqi yang tampak gundah kemudian ia berucap... "Nah, Pak Kiai sendiri bingung kan??!.... Memang Allah itu tidak ada, Pak Kiai!"

Kiai Syauqi menggeleng-gelengkan kepalanya.. 
Tiba-tiba tanpa berkata-kata Kiai Syauqi bangkit dari duduknya dan berjalan cepat keluar kios..
Tidak berapa lama, beliau kembali dengan menggandeng seorang lelaki bertelanjang dada berambut gimbal mengenakan celana kolor pendek hitam kumal yang compang-camping dan berbau sangat tidak sedap.

Mbah Dulkamid keheranan.. "Ada apa dengan dia Pak Kiai?" tanyanya

"Dia gelandangan yang sampeyan ceritakan tadi, Saya lihat dia setiap hari telanjang dada dan memakai calana yang sudah robek di sana-sini! .. Saya tanya katanya dia tidak mempunyai pakaian lagi kecuali celana kolor yang dia pakai sekarang," kata Kiai Syauqi
Kemudian dia bertanya kepada Si Gelandangan " Betul kan, Pak?"

Bapak tua yang gelandangan itu menganggguk. 
Kiai Syauqi mengambil selembar uang 50 ribu dari kantong saku bajunya dan menyerahkan kepada gelandangan itu. "Ini sedikit buat beli nasi Sekarang sampeyan boleh kembali ke tempat tadi," katanya

"Terima kasih, Pak Kiai!" ujar gelandangan dengan wajah cerah... Kemudian dia berlalu menuju jalanan

"Nah Mbah... Dengar sendiri tadi kan? Dia tidak punya pakaian kecuali celana kolor robek robek di sana sini yang dipakaianya itu," kata Kiai Syauqi

mbah Dulkamid mengangguk heran.. "Maksud Pak Kiai apa??" tanyanya

"Ternyata di dunia ini sudah tidak ada tukang jahit lagi!!!" benar kan mbah??!"

Mbah Dulkamid tertawa terkekeh-kekeh.. "hehehehhe hehheehe.... Pak Kiai ada-ada saja tidak lucu pak kiai..!!! ... Lho saya ini tukang jahit... Bahkan saya baru saja menjahitkan baju Pak Kiai" katanya dengan nada tinggi seperti orang ngece

Kiai Syauqi geleng-geleng kepala sambil tersenyum kecut "Sudah tidak ada tukang jahit Mbah...
Kalau masih ada tentu orang tadi punya baju bagus, celana bagus karena ada yang menjahitkan" kata Kiai Syauqi

Lagi-lagi mbah Dulkamid terkekeh kekeh.. "hehhehe hehhehe tentu saja dia tidak punya baju dan celana yang bagus Karena dia tidak datang kepada saya untuk meminta dijahitkan pakaian Pak Kiai... !!! " katanya dengan mimik ketus

Kiai Syauqi tersenyum lebar... "Tepat Mbah! Sampeyan benar! ... Kenapa banyak orang yang kelaparan, gelandangan dan orang-orang terlantar karena mereka tidak datang kepada Allah untuk minta rejeki, kemudian melakukan ikhtiarnya dengan sungguh-sungguh sehingga Allah akan mengirimkan rejeki kepadanya!" tegas Kiai Syauqi.

Astaghfirullah waatubu ilaiiih....

Mbah Dulkamid melongo bego... Kening tuanya nampak mengernyit dan kedua bibirnya monyong...
Kemudian ia mengusap mukanya dengan kedua tangannya... terdengar ucapan lirih syahadat dan istighfar dari kedua bibirnya.



Comments

Popular posts from this blog

Wali Malamatiyyah

Bait Syair Yang Terukir Di Gembok Makam Rasulullah SAW

Pemimpin Cerminan dari Rakyatnya